Sabtu, 21 Desember 2013

Halte

Subuh ini aku mulai menulis kembali. Berani menyita semua waktu tidur ku untuk menceritakan kembali tentang mu disana. Aku, saat ini merasakan bahwa kehadiran mu sungguh ada dan duduk disamping ku. Memberikan sedikit cibiran khas, menyipitkan mata, dan tertawa ntah kenapa. Tapi rasanya aneh jika bayangan ku itu harus bergelut dengan kenyataan bahwa kau, ada disana bersama wanita lain. Duduk dan bercanda manis dengannya, membelai rambutnya hingga aku merasa bahwa aku sangat kesal, aku harus melihat ini dan menerimanya. Aku harus menahan sakit walaupun aku tidak dihiraukan. Sebagai penonton seharusnya aku mampu menangisi apa yang aku lihat.

Begini atau bagaimana pun aku.

Rasanya hari tanpa membicarakan mu tak wajar. Rasanya tanpa bergelut dengan laptop setiap waktu dan memperbincangkan mu juga tak wajar. Kamu bukan sebagian dari hidup ku lagi. Tapi kamu masih bagian dari hati ku. Apa kau ingat saat aku memilih untuk pergi meninggalkan mu dihalte bus itu? Seharusnya hari itu aku duduk disamping mu. Melewati beberapa menit yang akan berlalu sebelum aku menginjakkan kaki dirumah dan memulai beberapa jam hingga malam tanpa mu. Tapi aku juga tidak mampu untuk bersama mu berjam-jam dibus itu dengan wanita lain. Wanita yang lebih dari biasanya aku lihat. Dia bukan teman kita, mengapa kamu harus mengenalnya? Dan kenapa kamu harus mengenalinya padaku? Setelah itu aku pulang, aku sadar. Bahwa aku mencintaimu, aku cemburu.
Tapi aku salah, kenapa aku harus menaruh hati pada mu? Pada orang yang jelas-jelas juga tidak mencintai ku. Mungkin.
Di hari berikutnya, aku merasa enggan meninggalkan halte itu. Banyak cerita yang patut ķita habiskan bersama. Walaupun dalam jangka yang pelan dan sebentar. Rasanya tidak tega kepada halte yang sudah baik mau memberikan aku tempat untuk mencintai mu, memperhatikan mu secara diam-diam, dan sekarang malah ku tinggalkan begini saja? Aku tidak ingin menjadi orang yang berbeda setelah sesuatu berubah seperti mu. Sejak kau mengenalnya kau hanya akan berfikir bagaimana menghabiskan waktu untuk hanya sekedar melambaikan tangan pada wanita berkaca mata itu? Kamu belum tau rasanya aku ketika kamu menanyakan, “Aku harus pakai alasan apa lagi ya untuk menemui Azera nanti?” Oh jadi nama wanita berkaca mata itu Azera, baiklah sekarang aku hanya ingin menemui wanita itu dan menjabat tangannya. Memberikan ucapan terima kasih karena sudah menjadi media lain untuk Dava merasakan kenyamanan. Perasaan tak terbalaskan itu tidak ada gunanya. Bagi semua orang yang merasakan ini. Aku susah payah menunggu mu hanya untuk pulang bergandengan, sedangkan kamu berlari mencari wanita itu. Lalu aku bisa apa? Halte itu kusam, tanpa aku dan kamu seperti biasa. Tanpa kita yang peduli dengannya. Membersihkannya dengan canda tawa yang meledak. Sengaja kita ledakkan. Diantara kekecewaan yang aku rasakan ini, apakah kamu tak pernah ingin bertanya “Hari apa yang paling membuatmu kesal aya? Apakah ada?" Dari dulu aku menunggu pertanyaan itu. Dan aku ingin menjawab dengan nada lantang dan tegas…Ada! Apa kamu ingat saat pulang sekolah kamu menawarkan ku untuk pulang bersama seperti biasa dan bilang bahwa “Aku kangen loh waktu-waktu kita pulang bareng kaya dulu.” Mungkin karna cintaku ini terlalu lembut, sehingga mampu kamu mainkan dengan perbincangan anak-anak. Perbincangan laki-laki yang hanya ingin menyakiti dan memakai kata “Kangen”. Aku juga merindukan mu, lalu aku bisa apa ketika kamu berbicara itu? Jelas aku menerima tawaran mu. Ternyata, bukan hanya tawaran itu yang kamu suguhkan, kamu juga bilang “Hari ini aku mau ngajakin kamu makan aya. Mau kan?” Wanita mana yang ingin menyia-nyiakan rasa kebersamaan yang akhir-akhir ini hampir punah karena dengan adanya orang lain diantara mereka? Jelas saja aku menerimanya.
Siang itu kamu juga membawa ku untuk pergi ke sebuah cafe pilihan mu. Aku mengikut saja, asal adanya kamu aku akan merasakan semuanya baik. Tapi aku merasa ingin pergi dengan tangisan ketika aku melihat dimeja sana, dimeja yang tertera angka 18 itu ada wanita berkaca mata yang selama ini aku benci. Azera, kenapa wanita itu sudah pindah habitat kesini? Sengaja ingin mencemburui ku? Tampaknya ia melambaikan tangan kepada Dava, benar sudahkan apa yang aku lihat? Datang kesini hanya akan membuat aku mati dalam kecemburuan, hanyut dalam penyesalan.“Kita duduk dimeja 18 Dava?” kataku dengan menyembunyikan rasa kesal ku.
“Iya, kita makan bareng Azera. Tadi dia minta aku ngajak kamu.” jawab mu sambil tersenyum. Dia minta aku ngajak kamu? Sebenarnya kehadiran ku lebih tidak diinginkan oleh Dava ternyata. Ia hanya terpaksa dengan alasan kasihan mungkin. Duduk disana, dimeja 18. Berhadapan dengan Azera, wanita berkaca mata berkulit putih dan sipit itu, iya memang berkesan wanita cina.
Tapi aku tidak mungkin memakai alasan “Aku ke belakang sebentar ya…” toh nantinya juga aku akan kembali dimeja itu. Agak terjepit dengan rasa cemburu juga ketika kamu dan dia memilih menu secara bersamaan dan menu yang sama. Melihat itu selera makan ku hilang, sudah kenyang dengan senyuman pahit mereka berdua. Memangnya jika aku marah semuanya akan berada pada posisi yang aku inginkan? Tidak kan? Lebih baik diam. Mungkin pilihan yang menyakitkan, tapi lebih baik begitu. Kamu beranjak pergi ntah kemana, wanita berkaca mata itu mendekati ku. Ia sedikit tersenyum lalu menunduk. Kemudian menatap ku, “Kamu cemburu?” katanya. Ah tuhan, terbacakah semua yang aku lakukan ini? Terbacakah semua dari sorotan mata ini? Perih. Aku bersikap cuek, mengenal wanita ini tidak pernah aku inginkan. Duduk makan siang bersamanya dan melihat ia menatap ku dengan penuh keseriusan ini juga tak pernah ku bayangkan. Lagi, ia tersenyum melihat ku. Ia menggenggam tangan ku penuh rasa sahabat. “Jangan cemburu hingga membenci ku begitu, aku tidak mencintainya Aya…” semua berubah. Aku diam dia tertawa, aku mulai berfikir bahwa aku ingin membunuhnya jika ia berbohong. “Jangan menatap ku seperti ingin membunuh begitu, aku tidak mencintainya Aya...” lanjutnya lembut. “Selama ini kami dekat, kami adalah sepupu jauh, kami baru beberapa kali bertemu dan sepertinya kami memang cocok.” Cocok? Sakit. “Bukan cocok sebagaimana kamu dan Dava, tapi kami memang cocok untuk sharing. Selama ini kami memang banyak bersama, itu karena sesuatu yang pantas kamu dapatkan. Jangan takut kehilangan dia” jelasnya. Melihat itu, aku berani untuk menjelaskan…“Aku sudah lama menunggu Dava, bukan sebentar tapi dalam waktu yang lama. Hitungan tahun, dari SMP juga aku menyukainya, tapi aku belum berani untuk menegaskan bahwa aku mencintainya. Seiring waktu, kami juga selalu dapat sekolah yang sama aku mulai berani untuk jujur terhadap hari-hari ku, bahwa aku hampa tanpa Dava. Aku belum pernah ingin mengubur rasa ku kepadanya hidup-hidup. Rasa ini tidak pernah mati, tapi setelah melihat kalian aku ingin mematikan ini semua.” Rasanya tidak salah jika aku menangis dalam kepasrahan. Aku juga sudah jujur semuanya.“Aku juga sudah lama, tapi hari ini aku ingin menghidupkan lagi semuanya Aya...” suara lelaki. Ini bukan Azera yang berbicara. Suaranya dekat dan sangat dekat dengan telinga ku, ia berbisik. “Hari ini, ingat saja dimeja nomor 18 tanggal 18. Aku ingin memberikan mu kado, mengganti ketidakhadiran ku malam kemarin untuk menyiapkan hari ini.” Suaranya tegas berdiri dibelakang ku. Aku tidak berani untuk menengok ke belakang, aku belum sanggup menjadi orang yang sangat bodoh ketika tau itu hanya bayangan saja. Tapi tunggu, aku belum pernah membayangkan ini. Lalu ia memegang pundak ku mencubit bahu ku dan membalikkan badan ku. Sakit... “Maaf aku mencubit mu, aku hanya ingin membangunkan mu dan berbicara bahwa ini bukan bayangan, ini aku Dava yang juga sudah bertahun-tahun bersama mu dan bersama perasaan kita. Aku mencintai mu Aya...” Aku bisa apa ketika kau membalas perasaan ku dengan begitu tegas? Aku bisa menangis dalam kebodohan. Kecemburuan bukan berarti masalah untuk suatu hubungan yang aku inginkan. Tapi bagaimana caranya menunggu dan saling meyakinkan bahwa kita sama, kita satu dan akan datang waktunya untuk kembali menyempurnaan perasaan kita dengan suatu hubungan. Jangan berfikir bahwa kita menunggu itu sendiri, jika dia belum mampu membalas setidaknya kita menunggu berdua dengan perasaan murni ini untuknya. Dan ya mungkin seperti ini, tanpa kita sadari... kita saling menunggu dalam kebisuan. Indah.

Senin, 27 Mei 2013

Mengenang:')

Tangerang, 06 Oktober 1998
Jakarta, 16 Maret 2013
ARLIN KANSAPUTRI
Kau pergi untuk selamanya
Membawa kesedihan yang amat dalam
Membawa kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan
Seperti tidak percaya...
Masih terbayang wajah manis mu
Masih terbayang ucapan mu
Masih terbayang tingkah laku mu
Masih terbayang manja mu
Masih terbayang canda dan tawa mu
Sangat indah untuk dikenang
Terlalu berharga untuk dilupakan
Tak akan ada yang dapat menggantikan mu
Saat sakit mendera...
Walau tubuh mu terus melemah dan lunglai
Kau tetap bersemangat
Kau begitu tegar
Tidak ada kata menyerah
Tidak ada air mata mengalir dipipi mu
Subhanallah...
Kau terus menyebut nama allah
Kau terus berjuang
Terus bertahan
Untuk sembuh...
Tak kuasa kami melihat mu
Dengan berlinang air mata
Kami hanya terpaku, termenung dan memanjatkan do'a untuk mu...
Hingga waktu mu tiba...
Kami hanya bisa terdiam, membisu, tertegun, tertunduk lesu...
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rooji'un
Kau menghembuskan nafas terakhir mu dengan tenang
Wajah mu begitu cantik, tulus, dan ikhlas
Terasa mimpi...
Kini kau telah tiada
Telah pergi
Pergi menghadap sang illahi
Ya allah...
Terimalah Arlin kansaputri disisi-Mu
Tempatkanlah Arlin ditempat yang terindah
Terimalah semua amal dan ibadahnya
Ampunilah semua dosa dan kekhilafannya
Selamat jalan sayangku...
Kau pergi meninggalkan sejuta kenangan manis dan indah
Kau selalu ada dihati kami selamanya
Doa kami selalu menyertai mu
Semoga kau tenang dan damai disisi Allah SWT
Amin, Ya Robbal Alamin.


Kamis, 09 Mei 2013

Jagoan Ku

Detik ini, aku meneteskan lagi air mataku, karena mu. Padahal dulu kamu yang selalu menghapus air mataku. Aku selalu meneteskan air mataku dengan alasan dan penyebab yang sama, yaitu kamu, jagoan ku.
"Kamu kemana sih? Udah lama ga sms, udah lupa ya?" Itu perkataan mu kepadaku setelah seminggu kamu tak memberi kabar. Kamu memang selalu menyalahkan ku. Menganggap aku yang selalu kurang untuk mu. Padahal aku selalu usaha kasih yang terbaik. Kamu ga pernah tau gimana rasanya menjalani hari selama satu minggu tanpa kabar dan kepastian. Aku bagaikan layangan yang sering kamu tarik ulur sesuka hati mu. Dan bodohnya aku selalu mau.
"Kan kamu yang bilang, jangan sms dulu karna hp kamu lagi disita." Ujarku.
Pasti dia lupa dengan alasannya sendiri. Aku yakin, karna gaada satupun yang kamu ingat tentang aku disaat kamu sedang asyik dengan kehidupan kamu yang lain. Main misalnya. Yang pasti gaada aku disana.
"Oh iya lupa." Ujarnya.
Sangat singkat, ga pernah ada kata-kata yang lebih panjang darinya. Tapi aku selalu sabar, seenggaknya dia masih mau membalas sms ku.
"Gimana kabar kamu? Hp udah ga disita lagi kan?" Tanyaku berusaha tenang dan memulai pembicaraan.
"Udahlah! Kalo belum aku gaakan bales sms dari kamu!" Ga perlu pake tanda seru juga kali.
Ga adakah kata-kata yang lebih lembut lagi dari ketikan sms mu? Tutur katamu? Aku rindu kamu yang dulu. Ini cukup membuatku sakit. Adakah kejutan lain untuk menyakiti hatiku? Yah Aji selalu punya kejutan yang menyakitkan. Akhirnya kata itu dikeluarkan dari mulutnya. Putus. Entah apa alasan pastinya. Tapi kamu selalu menyalahkan aku.
"Kamu berubah, perhatian kamu berkurang." Itu katanya.
Aku berubah? Perhatian aku berkurang? Terus perhatian dan kesabaran aku selama ini kamu anggap apa? Aku selalu menuruti kemauan mu, aku selalu mengiyakan permintaan mu, aku selalu menikmati permainan mu, dan yang pasti semua itu menyakitkan.
Awal pertemuan kita sangat sederhana, dengan sebuah pandangan pertama, kamu bisa membuat aku jatuh cinta. Pertemuan kita adalah sebuah kabahagiaan yang selalu ingin aku rasakan. Tapi sayangnya kamu tidak bisa membuat kita abadi dengan kebahagiaan.
Aku ga pernah nuntut kesempurnaan dari kamu. Aku selalu menerima semua kekurangan mu. Apalagi kekurangan perhatiaan mu. Aku selalu sabar dengan kebiasaan mu yang selalu menghilang secara tiba-tiba. Seminggu ada, sebulan ngilang. Ngeri yah. Itu selalu membuat aku tersiksa. Apa ada yang salah dengan sikap ku? Aku selalu sayang dan setia. Tapi kamu ga pernah bisa membalasnya dengan hal yang sama. Aku selalu tersiksa oleh permainan mu, menyakitiku, mencampakan aku, dan tak pernah menganggap aku Special. Kamu manis, kamu pernah romantis, walau hanya dengan sebuah Ice Cream sebagai awal pertemuan kita. Aku anggap itu lebih dari cukup. Itu romantis. Tapi sayangnya... Kamu melakukan itu ke setiap wanita, bahkan mereka sering kamu beri lebih.
Kamu ga pernah tau arti penting dari sebuah tanggal. Apakah detik saat Aku dan Kamu akan menjadi Kita tidak begitu penting untuk kamu ingat? Untuk kamu rayakan dihari-hari kita berikutnya? Sulitkah untuk kamu bisa menulis Happy Monthly 1st month, 2nd month, 3th month, dan seterusnya?
Dan kamu tau? Saat ini, saat dimana kita udah gaada. Aku masih teringat tentang Kita dulu. Aku masih berharap Kita bisa kembali.
Buat kamu ji, disini aku hanya bisa mendoakan mu dari jauh, semoga karma tak menimpa mu. Tuhan punya takdir yang lebih indah untukku.

Rabu, 08 Mei 2013

Aku Selalu Menghargai

Aku selalu menghargai, setiap detik pertemuan kita, karna saat itu aku takut, ini menjadi pertemuan terakhir kita.
Aku selalu menghargai, setiap tatapan matamu, karna saat itu aku takut, mata ini akan terpejam selamanya.
Aku selalu mengahargai, setiap kata-kata cinta yang kamu ucapkan, karna saat itu aku takut, telinga ini tak bisa lagi mendengar kata-kata indah itu.
Aku selalu menghargai, setiap detak jantungku yang berdebar saat dekat dengan mu, karna saat itu aku takut, jantung ini tak bisa berdetak lagi.
Aku mau, jika nanti aku pergi, kamu jadi salah satu orang yang ada disisiku.
Aku mau, jika nanti aku pergi, kamu jadi salah satu orang yang menuntun ku ke tempat peristirahatan terakhir ku.
Aku mau, jika nanti aku pergi, tidak ada air mata ke sedihan yang menetes dari matamu.
Karna saat itu... Aku pergi dengan membawa kebahagiaan.

Senin, 06 Mei 2013

Bahagia Itu

Pagi ini, aku baru bisa menghapus semua pesan yang telah lama tinggal dihp ku. Dengan disaksikan oleh sahabat-sahabat ku. Aku mulai menghapusnya. Lalu aku berkata "Gue udah Moveon dong dari mantan" sambil cengar cengir. Tapi entahlah aku tak tahu apa memang benar-benar aku sudah Moveon? Apa yang membuat ku dapat berkata demikian? Ya, aku memang sangat menyayangi mu, bahkan sudah hampir 2 tahun aku mencoba melupakan mu. Sampai kau telah memiliki 2 orang yang berbeda, tapi aku masih aja ngarepin kamu.
11-11-11 hari terakhir dimana kau dan aku dalam kebahagiaan. Sakit memang, tapi mau ga mau harus bisa nerima.
Lalu aku memutuskan untuk melupakan mu. Melupakan segala rasa yang telah menyiksa ku. Kau yang tak pernah menyadari tulusnya cinta aku ke kamu.
Dan sekarang...
Bahagia itu... Ketika aku tak melihat mu
Bahagia itu... Ketika aku tak mendengar mu
Bahagia itu... Ketika aku tak mengingat mu
Bahagia itu... Ketika aku tak bersama mu
Bahagia itu... Ketika aku tak merasakan mu
Dan bahagia itu ketika aku terbiasa hidup Tanpa Kamu.
Aku memang ingin melihat kau selalu bahagia. Tapi aku lebih ingin melihat mu hancur, menderita, merana, merasakan sakit yang lebih dari yang aku rasakan selama ini.
Selamat tinggal buat kamu, jangan pernah berharap aku akan kembali.

Minggu, 05 Mei 2013

Seharusnya itu Aku

Ketika kita sudah tak lagi ada. Aku masih sendiri, sedangkan kamu sudah bersama dengan yang lain. Apakah sekarang kamu melakukan apa yang kita lakukan dulu? Apakah kamu memanggilnya Sayang seperti dulu kau memanggilku?
Dulu... Saat kita masih ada, ingatkah kita telah merencanakan hal-hal yang bisa kita lakukan berdua? Ya... Meski sekarang sudah berbeda. Kita sudah tak lagi ada. Dan dirinya lah yang akan melakukan hal-hal itu bersama mu.
Tapi... Apakah cara dia mencintai mu sama seperti cara aku mencintai mu? Jika kamu jawab iya, aku akan membantahnya. Caranya mungkin sama, tapi tulus cinta aku tidak akan pernah sama dengan tulus cintanya. Hingga detik ini pun, dimana saat aku sudah tak memiliki mu. Hati, cinta, dan fikiran ku masih stuck sama kamu.
Dan seharusnya aku yang menggenggam tangan tangan kamu sekarang, seharusnya aku yang selalu jadi penyebab kamu tersenyum dan tertawa, seharusnya aku yang merasakan hangatnya pelukan kamu, seharusnya aku yang mendapat perhatian lebih dari kamu, dan seharusnya memang aku yang mendapatkan seluruh cinta yang kamu miliki.
Aku masih ingat... Saat kamu menyalahiku dan memberi aku waktu untuk berubah, tapi kamu malah menggunakan waktu itu untuk menggantikan posisiku dengan orang lain. Dan saat itu, hati semakin sulit untuk ku lindungi dari rasa sakit.
Andai kamu tau, aku akan terus berharap sampai kamu meyakini bahwa Seharusnya memang Aku yang ada dihati Kamu...

Tanpa Aku

Aku rindu saat-saat itu, saat semua masih baik-baik saja, tentunya tanpa Dia sosok lain yang kini singgah dihatimu. Malam demi malam yang ku lalui rasanya makin sepi saja. Tanpa ocehan mu, tanpa perhatian mu, dan tanpa kehadiran mu. Gara-gara Dia! Iya gara-gara Dia! Dia yang membuat kamu jarang mengabari ku, Dia yang membuat jarak aku semakin jauh sama kamu, Dia yang membuat kamu tak peduli lagi padaku, Dia yang membuat kamu berubah.
Kejadian sore itu sudah cukup menjawab semua pertanyaan ku tentang perubahan sikap mu. Sosok lain! Ya! Sosok lain yang kini mulai menggeser posisi ku dihati mu. Apa yang salah? Apa yang membuat mu berpaling padanya? Apa yang harus aku lakukan agar kamu kembali? Apa aku harus bertahan atau menyerah?
Aku sudah lelah berpura-pura kuat, berpura-pura tegar, berpura-pura sabar, berpura-pura tak terjadi apa-apa dengan hubungan kita.

Terimakasih untuk semuanya deth, semoga kamu bahagia sama dia.

Sepertinya kamu sangat senang dengan keputusan ku saat itu. Untuk meninggalkan mu. Ku lihat senyum tipis mulai menghiasi wajah mu. Tak ku lihat penyesalan diwajah mu. Kau sangat ceria, bahkan kamu tak pernah seceria itu saat bersama ku dulu.
Semenderita itukah kamu saat bersama ku? Jujur aku sangat mencintai mu. Tapi lihat lah, kamu lebih bahagia Tanpa Aku...